Kamis, 03 Juli 2014

Manajemen Bank (Optimalisasi, Strategi, Efisiensi)


Bank sebagai lembaga keuangan yang mengusung bidang usaha jasa harus menjaga  likuiditas dari banknya. Likuiditas bank merupakan salah satu hal yang tergolong sangat concern terhadap penilaian suatu bank juga kebijakan kegiatan yang bisa dilakukan. Bank dinilai tidak likuid akan dibatasai kewenangannya dalam penggalangan dana dan beberapa kegiatan perbankan lainnya.
Likuiditas bank dapat diukur dengan menggunakan perhitungan LDR (Loan to Debt Ratio)dengan nilai LDR max untuk suatu penyaluran dana adalah 110%. Dalam kondisi penyalura dana, Bank mengalami tiga kondisi, yakni ekspansif, moderate, dan konservatif. Kondisi ekspansif adalah kondisi dimana Bank mengalirkan dana nya secara besar hingga maksimal mencapai 110%. Moderate adalah saat bank berada dalam kondisi pengaliran dana yang biasa - biasa saja. Konservatif adalah saat bank mengalirkan dana dalam jumlah kecil.
Bank sebagai salah satu perusahaan di bidang jasa yang mendapatkan pendapatan dari dua hal :
Interest Spread Income (i2-i1) dan Fee Based Income berupa jasa (kliring, valas, transfer, safe deposit box, inkaso, dll)
Untuk memperbesar keuntungan yang didapat oleh bank. Bank bisa melakukan optimalisasi revenue (memperbesar penerimaan) atau melakukan efisiesi cost (menekan biaya). Optimalisasi biaya bisa dilakukan dengan cara peningkatan interest spread yang didapat dari produk - produk jasa pelayanan pengolahan dana pihak ketiga (DPK). Bank sangat tergantung dengan Dana Pihak Ketiga. Agar optimalisasi tercapai dan bisa terintegrasi dengan baik, maka Bank harus memberikan pelayanan yang baik dengan yakni melalui fasilitas dan kemudahan akses melalui teknologi informasi, berupa aplikasi penggunaan informasi data base.
Efisiensi yang dilakukan bank bisa dilaksanakan dengan menyinggung dua kegiata perbankan berikut:
1. Operasional : ditingkatkan dengan pengadaan fasilitas dan peningkatan kemudahan akses dan tata cara pelaksanaan menggunakan bantuan teknologi informasi menggunakan data base.
2. Human Resources : dibagi dua cara, yakni
A. Human Capital : meningkatkan fasilitas berbasis teknologi untuk mendukung kegiatan ataupun kinerja dari SDM yang bekerja di bank guna mengurangi biaya sehingga bisa tercapai pendapatan laba yang lebih besar. Contoh : penggunaan mesin hitung uang pada teller mempercepat waktu kerja teller dan bisa melayani nasabah lebih banyak tanpa perlu mempekerjakan lebih banyak teller., sehingga efisiensi biaya tercapai.
B. Implementasifasilitas dan Kemudahan berdasarkan IT dan penggunaan data base, misalnya penggantian tugas teller dengan adanya m-Banking dan e-Banking sehingga nasabah tidak perlu ke teller bank untuk melakukan pengiriman, cetak mutasi rekening bank, atau transaksi perbankan lainnya. Bank juga tidak perlu menambah jumlah teller baru sehingga tercapai efisiensi biaya bagi bank tersebut dan laba bisa dimaksimalkan.
Dalam rangka menjaga likuiditas bank, bank lebih menyukai resiko yang kecil, sehingga bank harus melakukan risk minimize supaya bank tetap ikuid. Bank lebih menyukai penerimaan DPK yang bernilai kecil tapi banyak, misal 100.000 dari 100 orang daripada 10.000.000 dari satu orang saja. Hal ini disebabkan, jika satu orang nasabah (kreditor) yang menaruh 10.000.000 tiab - tiba menarik seluruh uangnya dalam satu waktu, bank akan mengalami guncangan dan ketidakstabilan. Sedangkan, bila banyak orang menyimpan uang di bank, meskipun kecil, total uang yang dihimpun bisa mencapai sama besar dengan total uang kreditor besar tadi, sedangkan sangat jarang terjadi pengambilan besar - besaran oleh sangat banyak orang di satu waktu.Itulah sebabnya bank menyukai banyak nasabah yang menyimpan uang sedikit - sedikit, disebut The Law of Large Power.
 

Rabu, 02 Juli 2014

TUGAS 2 BLK : KLIRING, TOLAK KLIRING, CALL MONEY

DUA SISI BANK UMUM
Bank menjalankan peranannya dalam menghimpun dan mengalirkan dana masyarakat. Bank memiliki dua sisi, yakni sisi source of funds dan sisi use of funds. Sisi source of funds  sebuah bank bisa diasumsikan sebagai sisi pencatatan pasiva bagi perusahaan. Sisi ini terdiri dari penggalangan dana berupa deposit, sekuritas, dan modal. Sisi use of funds sebuah bank terdiri dari cash reserves, loan, securities, dan other asset.
PRODUK KEDUA SISI BANK
SISI SOURCE OF FUNDS :
1.  Deposit, terdiri dari saving deposit, demand deposit, dan time deposit yang diperoleh dari dana hasil himpunan masyarakat atau disebut sebagiai Dana Pihak Ketiga (DPK).
2. Sekuritas, bisa berupa KLBI, Obligasi, maupun Kredit Holding.
3. Modal, berupa dana milik bank itu sendiri dan dapat berwujud setoran modal, saham, dan laba ditahan.
SISI USE OF FUNDS :
1.       Cash Reserves, terdiri dari kas dan rekening kredit pada Bank Indonesia berupa cadangan BI, minimal 2% dari deposit. Cadangan ini hanya berlaku untuk bank umum karena bank umum memiliki hak dan kemampuan untuk melakukan Demand Deposit dimana produk tersebut berguna untuk melakukan transaksi atau alu lintas moneter dalam bentuk Giro dan Bilyet Giro, sehingga bank umum harus memiliki cadangan di bank sentral (BI) guna kelancaran transaksi lalu lintas moneter berupa kliring. Berbeda dengan bank umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak memiliki fungsi produk deposito, seperti giro dan tidak ada produk deposito sehingga tidak perlu cadangan di bank sentral untuk kegiatan kliring.
2.       Loan, produk untuk kepentingan pemberian kredit atau pinjaman terdapat Loan to Deposit Ration (LDR). Rumus LDR = Loan / (Deposit  + Capital) x 100%. Guna atau fungsi dari LDR : Melaksanakan prinsip kehati – hatian (prudent) dan Menjalankan prinsip multiplier. Prinsip multiplier (pengganda) dicapai dengan dijalankannya perhitungan LDR, sebagai contoh :
Dengan Deposit dari masyarakat sebesar 250 juta dan modal bank sebesar 25 juta, bank bisa mengalirkan dana sebesar 275 juta. Berikut perhitungan matematis atas contoh tersebut :
LDR = 275.000.000 / (250.000.000 + 25.000.000) x 100%
3.        Sekuritas yang berada di sisi pengaliran dana bank bisa digunakan dalam bentuk saham, penyertaan/ kredit holding, dan obligasi.
4.       Other Asset dana bank digunakan untuk cadangan dana bank berdasarkan CAR (Capital Adequacy Ratio) supaya bank tetap likuid dan sehat. CAR dilaksanakan di bank umum supaya jika terjadi kerugian atau tidak semua uang yang dipinjamkan kembali/ kembali terlambat, bank masih bisa likuid/ berjalan/ mengalirkan dana deposito yang ditarik oleh nasabah dengan menggunakan uang cadangan milik bank itu sendiri. Dengan penggunaan CAR, sewa resiko atas seluruh investasi yang dihitung dibagi modal milik sendiri harus mencapai minimal 20 % (pada mulanya standar CAR adalah 8% dan terus – menerus meningkat hingga mencapai angka 20% di tahun 2014). Suatu bank yang memiliki nilai CAR , 20% akan dibatasi dalam kegiatan penggalangan dana dari masyarakat.

KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM TRANSAKSI KLIRING
Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia berfungsi sebagai perantara antara berbagai bank umum yang saling memerlukan dan terlibat transaksi antar bank (kliring). Bank sentral, dalam hal ini BI, mempermudah kerja bank umum dalam melakukan transaksi kliring dimana setiap bank umum  tidak perlu lagi saling berkirim surat transaksi dan menunggu balasan serta kiriman uang sendiri – sendir. BI menjadi perantara atas kolektifitas transaksi antar bank dari setiap bank yang berkepentingan. Atas jasa yang diberikan, setiap bank yang ikut berpartisipasi disyaratkan memiliki cadangan dana di Bank sentral (BI) sebesar 2% dari total deposit bank tersebut. Bank yang tidak memenuhi syarat tersebut tidak akan diizinkan mengikuti transaksi kliring sampai saat terpenuhinya cadangan dana tersebut.

ILUSTRASI KEGIATAN KLIRING DAN TOLAK KLIRING
1.       Transaksi :
Dul memiliki rekening giro di Bank Kerut sebesar 500.000.000, kemudian Dul ingin membeli bajaj bekas milik Soimeh seharga 20.000.000. Soimeh ingin mencairkan cek dari Dul di Bank Jali karena beliau hanya memiliki akun rekening di Bank Jali dan berharap uag pembayaran tersebut bisa otomatis masuk ke dalam rekening tabungannya.
Ilustrasi :
Dul mengeluarkan cek Bank Kerut sebesar 20.000.000 atas pembayaran bajaj, kemudian Soimeh mencairkan cek tersbut di Bank Jali. Bank Jali mengirim nota debet keluar kepada BI sebesar 20.000.000, kemudian BI mengirimkan tagihan kepada Bank Kerut berupa nota debet masuk, kemudian Bank Kerut membayarkan sejumlah uang yang ditagihkan kepada BI, kemudian BI membayar ke Bank Jali, terakhir, Bank Jali memasukkan uang tersebut ke rekening tabungan Soimeh.
2.       Transaksi :
Maya mentransfer Dheni uang belanja bulanan sebesar 45.000.000 dari rekening tabungannya di Bank Jali kepada rekening giro Dheni di Bank kerut.
Ilustrasi :
Maya mengajukan permohonan pengiriman uang 45.000.000 dari rekening tabungannya kepada Bank Jali. Bank Jali mengeluarkan nota kredit
3.       Transaksi :
Adul hendak membayar jasa arsitek dari Ivan berupa cek Bank Kerut, kemudian Ivan mengajukan pencairan dana di Bank Jali tempat Ivan menyimpan uang. Sayangnya, rekening giro Adul tidak mencukupi.
Ilustrasi :
Bank Jali mengajukan surat permohonan debet nota keluar pada BI, BI menagih berupa surat permohonan debet nota masuk kepada Bank Kerut. Setelah dicek, saldo giro Adul tidak mencukupi nilai yang ditagihkan oleh BI, maka Bank Kerut mengembalikan surat tersebut kepada BI (tolak kliring), kemudian BI mengembalikan pada Bank Jali. Begitulah mekanisme terjadinya kegiatan tolak kliring, kemudian Ivan bisa menagih kembali kepada Adul dan jika Adul sudah mengisi kembali dana giro miliknya kemudian Ivan bisa mencairkan dana tersebut lewat Bank Jali, maka atas transaksi ini Bank Jali lebih unggul (+).

KLIRING DAN TRANSFER
Transaksi :
Domba ingin mengirim uang dari rekening tabungannya di Bank Mama Jambi kepada rekening tabungan adiknya, Dambo di Bank Papa Surabaya. Bank Mama tidak memiliki cabang di Surabaya, sedangkan Bank Papa tidak punya cabang di Jambi, namun kedua Bank memiliki kantor di Bandung.
Ilustrasi :
Bank Mama Jambi transfer ke Bank Mama Bandung, kemudian dilakukan kliring dari Bank Mama Bandung kepada Bank Papa Bandung, lalu Bank Papa Bandung melakukan transfer uang tersebut ke Bank Papa Surabaya.

KALAH – MENANG KLIRING
Setelah satu hari transaksi perbankan selesai dilaksanakan, setiap bank akan dihitung jumlah kliring hari tersebut dimana perhitungannya merupakan jumlah dari seluruh transaksi kliring masuk dikurangi transaksi kliring keluar lalu +/- transaksi hasil dari tolakan kliring. Cara perhitungan kliring juga bisa dihitung dengan menilai surat kliring :
Debet Nota keluar (+) + Debet Nota Masuk (-) + Kredit Nota Keluar (-) + Krediit Nota Masuk (+) + Tolak kliring (+/-), Hasilnya bisa + atau -.
Hasil perhitungan tersebut menentukan apakah dia +/-. Jika +, Bank tersebut menang kliring, sedangkan hasil – menunjukkan bahwa Bank tersebut kalah kliring.
MONEY CALLING
Bank yang mengalami kalah kliring dan cadangan kas BInya < 2% tidak bisa mengikuti transaksi kliring hari berikutnya sehingga dia harus memenuhi dahulu cadangan kas di BI tersebut hinga memenuhi presentasi 2% sesuai syarat. Dalam upaya pemenuhan syarat tersebut, bisa dilakukan dengan menambah jumlah cadangan kas di BI atau meminjam dengan cara menelepon atau mengajukan pesan permohonan pinjaman cadangan kas kepada bank lain yang menang kliring. Pada umumnya transaksi money calling memakan biaya yang tinggi bagi bank yang meminjam uang.

Kamis, 26 Juni 2014

RESUME LEMBAGA KEUANGAN PERTEMUAN 1 ( BANK & PASAR MODAL)

BANK

Secara definisi, Bank merupakan sebuah lembaga yang berfungsi untuk menghubungkan dua pihak yang saling memiliki kebutuhan terkait uang. Menurut Peraturan BI No. 9/7/PBI/2007 adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank melakukan kegiatan - kegiatan keuangan dengan dua belah tangan, sisi penggalangan dana dan sisi penyaluran dana. Sisi penggalangan dana Bank terdiri dari produk tabungan, giro, dan deposito. Sisi ini menerima dana dari masyarakat. Sisi penyaluran dana Bank, mengalirkan dana yang sudah dihimpunnya kepada masyarakat, dalam berbagi bentuk kredit (loan).

KENAPA MASYARAKAT MENYIMPAN UANG DI BANK DAN MEMINJAM UANG KE BANK?

A adalah seorang yang memiliki uang lebih dan memutuskan untuk menyimpan uang di Bank. Alasan A menyimpan uangnya di Bank karena :
  • A ingin mendapatkan tambahan uang berupa bunga (i) dengan menyimpan uang di Bank dibandingkn menyimpan uang sendiri di balik bantal di rumah.
  • A memiliki motif berjaga - jaga dengan mentransfer kemungkinan bahaya (transfer risk) kepada Bank.
  •  A ingin berinvestasi dalam bentuk uang ke bank
Di sisi lain ada seorang yang membutuhkan dana dan mengajukan peminjaman dana ke Bank (kredit), sebut saja pihak yang membutuhkan dana ini sebagai B.
Alasan B meminjam uang ke bank adalah :
  • Investasi dengan penambahan modal, dimana erharap mendapatkan pinjaman untuk mengembangkan usaha atau memulai usaha baru.
  • Penambahan kapasitas/ cash flow dimana B bisa memiliki kemampuan lebih untuk bertransaksi dengan memperoleh kredit belanja, seperti belanja atau berlibur di hotel dengan kartu kredit.
Alasan utama A menaruh uangnya di Bank dan B meminjam uang ke Bank adalah :
Bank memiliki dana dan dipercaya (double coincidence).
Berasarkan alasan - alasan tersebut kedua belah pihak yang tidak saling mengenal dan percaya dengan dua keperluan yang berbeda, bisa dihubungkan dan saling menapat keuntungan. Berdasarkan hal tersebut, Bank bisa membuka jasa keuangan.

APA YANG DIINGINKAN PIHAK A, B, DAN BANK TERKAIT BUNGA?

Penyaluran atau peminjaman dana di Bank terkait erat dengan masalah bunga (i). Pihak A sebagai penyalur dana ke Bank mengharapkan tingkat bunga setinggi - tingginya. A mengharapkan nilai i1 yang tinggi sebagai balas jasa atas uang yang disimpan di Bank. Pihak B berbanding terbalik dengan pihak A, pihak B sebagai peminjam dana harus membayar sejumlah uang berupa bunga sebagai biaya atas uang pinjaman yang diperoleh. Pihak B yang menganggap bunga (i2) sebagai biaya, mengharapkan nilai i2 yang serendah - rendahnya agar ada selisih antara keuntungan yang diterima dari hasil usaha yang dikembangkannnya dengan biaya buna yang harus dibayarakan.
Di samping itu, pihak Bank sebagai perantara juga merupakan badan usaha. Sebagai badan usaha, tentu Bank membutuhkan laba supaya usahanya bisa terus berjalan.
Darimana Bank mendapatkan laba?
Bank mendapatkan laba dari selisih bunga yang diperoleh dari peminjam dana (Pihak A) dengan bunga yang diberikan kepada pihak penyalur dana (Pihak B).
Perhitungan selisih bunga untuk laba Bank bisa dirumuskan sebagai berikut :

i2 - i1 = INTEREST SPREAD

Hal ini menyebabkan Bank menginginkan i2 > i1.

SIKLUS DANA DI LUAR USAHA BANK (PASAR MODAL)

Di samping berjalanannya siklus dana di lembaga Bank, di luar Bank juga bisa terjadi siklus perputaran dan penyaluran dana, yakni melalui Pasar Modal. Anggaplah pihak A yang membutuhkan dana akhirnya bertemu dengan pihak B yang memiliki dana lebih, kemudian mereka melewati tahap berkenalan dan saling percaya, sehingga tercapailah double coincidence yang menjadi dasar saling pinjam uang.
Pihak A yang memiliki usaha, sebut saja PT. Dodolipet, pihak A menjual surat hutang (obligasi) ke pihak B dengan tujuan memperoleh tambahan dana demi pengembangan usahanya. Pihak A dan B akhirnya sepakat dan pihak A akan mendapatkan keunungan berupa diskonto. Selain obligasi, Pihak B bisa juga menawarkan saham kepada pihak B, dengan janji dividen sebagai keuntungan yang bisa didapatkan pihak A.
Perhitungan dividen yang akan diterima pihak A :

{(laba bersih -  laba ditahan) - Dana Bonus, dll} / Jumlah Saham = Dividen

Perhitungan dan pertimbangan nilai dividen, dana bonus, dan laba ditahan akan berhubungan dengan dua pihak, yakni pemilik dan manajemen. Pemilik umumnya lebih menyukai dan mengharapkan usahanya akan terus berkembang pesat dan cepat dengan cara memperbesar nilai laba ditahan, kemudian menggunakannya untuk perluasan usaha, peningkatan produktivitas, dan kegiatan yang meningkatkan kinerja perusahaan. Berbeda dengan pemilik, pihak manajemen juga mengharapkan adanya bonus sebagai apresiasi lebih atas kinerja dan kontribusinya atas kemajuan perusahaan. Intensif berupa bonus yang diberikan diharapkan meningkatkan kinerja karyawan dan manajemen untuk kemajuan perusahaan ke depannya. Maka, atas berbagai pertimbangan, pada akhirnya secara umum dividen yang dibagikan cenderung kecil.
Baik obligasi ataupun saham yang ditawaran pada pasar modal, setiap jenisnya tetap memiliki bunga yang disebut sebagai i3. Di pasar modal, tidak ada pihak ketiga (Bank) yang mencari keuntungan atas selisih bunga, sehingga hanya ada dua pihak yang mengharapkan tingkat bunga, yakni A dan B.
Pihak A mengharapkan nilai dari i3 > i1, sehingga bila A menyalurkan dana di pasar modal akan lebih menguntungkan dibandingkan menyimpan uangnya di Bank.
Pihak B mengharapkan nilai dari i3 < i2, sehingga bila B meminjam dana di pasar modal atau memperoleh pinjaman dana dari pasar modal, sehingga B bisa mendapatkan keuntungan yang lebih dari selisih tingkat bunga dengan biaya bunga yang dibayarkan.
Sehingga, idealnya diharapkan kondisi bunga pasar modal adalah:

i2 > i3 > i1

Namun, tidak selalu bunga berada dalam posisi ideal tersebut. Maka, tingkat bunga pasar modal bisa dijadikan alternatif atau parameter dalam mengambil keputusan penyaluran dan peminjaman dana.
Jika i3 > i1, A bisa mengambil keputusan menyalurkan dana di pasar modal, sedangkan jika dengan menaruh uang di Bank dan nilai i1> i3, keputusan menabung di Bank bagi A tepat.
Jika i3 < i2, B bisa mencari pinjaman dana di pasar modal, sedangkan jika i3 > i2, lebih baik B meminjam uang ke Bank.

CAPITAL GAIN DAN CAPITAL LOSS SERTA SHORT SELLING

Misalkan pihak A mengambil keputusan membeli saham dengan harga $ 1.500. A mengharapkan keuntungan dengan menjual pada saat harga $2.500, sehingga A terus - menerus melakukan hedging. Sayangnya, setelah melakukan hedging terus-menerus nilai saham tidak lagi meningkat, justru terus menerus menurun dan memaksa  A harus menjual sahamnya pada harga rendah saat itu $800. Kerugian tersebut disebut capital loss.
Sedangkan, ketika A mendapatkan keuntungan atas penjualan saham yang dibelinya, disebut sebagai capital gain.
Selain itu, ada istilah lain terkait jual beli saham, yakni short selling.
Istilah short selling digunakan ketika terjadi peristiwa berikut :
Misalkan, A membeli saham pada tanggal 23 Mei 2014 pukul 12.45 seharga $ 1.250, kemudian pada hari yang sama pukul 14.00 terjadi kenaikan harga saham menjadi $ 2.000 dan memberikan potensi keuntungan bila dijual. Pihak A kemudian mengambil keputusan menjual saham tersebut pada harga $ 2.000 dengan jarak waktu pembelian dan penjualan kembali yang begitu singkat, sehingga disebut short selling.

Rabu, 23 April 2014

RANGKUMAN JURNAL ( META ANALISIS) - PERKEMBANGAN KARTU KREDIT SYARIAH

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN
PERKEMBANGAN KARTU KREDIT SYARIAH
ISMI ALAWIYAH - 23212843
SMAK 06

ABSTARK

Perkembangan perekonomian modern yang semakin pesat telah mendorong budaya transaksi ringkas, mudah, dan cepat sebagai syarat utama. Oleh karena itu, kartu kredit menjadi salah satu produk perbankan yang banyak digunakan saat ini. Segala macam manfaat dan kemudahan dari berbagai kartu kredit ditawarkan oleh berbagai bank atau lembaga keuangan sejenis. Fenomena transaksi dengan kartu kredit ini mulai menarik perhatian dan menginspirasi peluang kartu kredit Islam terutama di negara - negara mayoritas Islam, seperti Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah guna memperluas pasar nasabah kartu kredit dengan menyesuaikan kebutuhan nasabah muslim berupa kartu kredit yang berbasis syari'ah. Seiring munculnya kartu kredit syariah sebagai produk perbankan baru, produk ini terus mengalami pengkajian ulang mengenai sistem pembayaran, transaksi yang diizinkan, serta akad yang digunakan. Semua pengkajian ini dilakukan untuk mengukur kelayakan suatu kartu kredit syariah berdasarkan syarat - syarat Islam baik dalam sistem dan pelaksanaan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kartu kredit Islam sebagai produk yang mengusung syari'at Islam atau hanya metamorfosis produk perbankan konvensional dengan sistem yang sama.

METODOLOGI
Meta analisis dari lima jurnal ilmiah yang telah dipublikasikan antara tahun 2005 hingga 2012. Penelitian paling banyak dilakukan dengan cara menyebar kuisioner.
Jurnal pertama berjudul A Conceptual Framework for Adoption of Islamic Credit Card in Malaysia ditulis oleh Dariyoush Jamshidi dan Dr. Nazimah Hussin.
Jurnal kedua berjudul Kartu Kredit dalam Hukum Syariah: Kajian terhadap Akad dan Persyaratannya ditulis oleh Azharsyah Ibrahim.
Jurnal ketiga berjudul ISLAMIC CREDIT CARD (Suatu Kajian Terhadap Sistem Pembayaran Islam Kontemporer) ditulis oleh Arif Pujiyono.
Jurnal keempat berjudul The Practice of Islamic Credit Cards: A Comparative Look between Bank Danamon Indonesia’s Dirham Card and Bank Islam Malaysia’s BI Card ditulis oleh Ilham Reza Ferdian, Miranti Kartika Dewi, dan Faried Kurnia Rahman.
Jurnal kelima berjudul Islamic Credit Card: Are Demographic Factors a Good Indicator? ditulis oleh Norudin Mansor dan Azman Che Mat.

ISI
     Produk kartu kredit sebagai salah satu produk andalan perbankan mengalami peningkatan penggunaan. Seiring kebutuhan transaksi yang serba cepat di dunia modern, pembayaran instan, mudah, dan dapat digunakan di berbagai tempat bahkan negara menjadi kelebihan kartu kredit. Oleh karena itu, tidak heran jika penggunaan kartu kredit yang membuat pemegang kartu bisa bertransaksi tanpa uang kas, menjadikan produk perbankan ini semakin diminati.
    Menanggapi respon pasar yang positif terhadap produk kartu kredit, beberapa perusahaan perbankan mulai mengkaji perkembangan kartu kredit supaya dapat menjaring pasar yang lebih luas. Dalam pengkajian tersebut, kartu kredit syariah diusung sebagai alternatif sekaligus inovasi produk perbankan yang diharapkan dapat memperluas nasabah bank, yakni umat Muslim.
     Kartu kredit yang identik dengan bunga pada pembayarannya membatasi masyarakat Muslim yang dilarang oleh agama dalam memakan atau bertransaksi yang mengandung riba. Hal ini menjadi sisi lemah kartu kredit konvensional sehingga tidak semua golongan bisa menggunakannya. Di sisi lain, hal tersebut juga menjadi peluang bagi perbankan untuk mengembangkan kartu kredit yang bisa digunakan semua pihak karena halal, berbasis syariah, dan tidak mengandung riba.
    Berdasarkan tujuan tersebut, pada tahun 1996, Bank Berhard Malaysia menjadi pelopor peluncuran kartu kredit syariah di dunia melalui produk Al Taslif Credit Card disusul oleh negara - negara Timur Tengah dan beberapa negara maju. Untuk negara Indonesia, Bank Danamon adalah bank yang menerbitkan kartu kredit syariah pertama di Indonesia pada tahun 2007 bernama Dirham Card. Hal ini dinilai sangat baik mengingat negara - negara di Malaysia, Indonesia, dan Timur Tengah adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim sehingga pangsa pasarnya sangat luas.
   Pendapat tersebut didukung oleh hasil penelitian Dariyoush Jamshidi dan Dr. Nazimah Hussin dalam jurnalnya yang berjudul A Conceptual Framework for Adoption of Islamic Credit Card in Malaysia pada tahun 2012. Dalam jurnal tersebut, mereka telah melakukan penelitian di Malaysia dan menghasilkan kesimpulan bahwa sebagai negara mayoritas muslim, kartu kredit syariah sangat bagus untuk diadopsi oleh bank - bank di Malaysia karena masyarakat muslim di Malaysia akan lebih cocok dengan produk ini. Keputusan peluncuran kartu kredit syariah akan sangat bermanfaat bagi kemajuan perbankan yang menerbitkan. Tidak hanya itu, keringanan pembayaran, sistem yang lebih adil dan transparan, serta berbagai manfaat yang ditawarkan kartu kredit syariah menjadikan kartu ini mulai diminati nasabah non muslim.
   Kartu kredit syariah sebagai salah satu produk perbankan, namun terkait erat dengan agama terus - menerus dikaji mengenai syarat, pembayaran, sistem, dan halal tidaknya. Hal ini terkait akad yang terdapat dalam setiap transaksinya. Menurut Azharsyah Ibrahim dalam jurnalnya tahun 2010 yang berjudul Kartu Kredit dalam Hukum Syariah: Kajian terhadap Akad dan Persyaratannya, menyimpulkan berdasarkan sumber data dan penelitiannya bahwa secara umum, menurut kebanyakan pendapat dari ulama-ulama terkemuka bahwa transaksi-traksaksi kartu kredit dapat dimasukkan kedalam akad kafalah, wakalah, hawalah, qardh, dan ijarah. Akad-akad tersebut hukumnya boleh dan penggunaannya disesuaikan dengan transaksi yang terjadi. Akan tetapi, jika dalam praktik—baik syarat maupun unsur utama lainnya—masih terdapat unsur gharar, ghubun dan riba, maka hukumnya menjadi haram.

    Dalam jurnal Arif Pujiyono yang berjudul ISLAMIC CREDIT CARD (Suatu Kajian Terhadap Sistem Pembayaran Islam Kontemporer) tahun 2005, secara umum sistem kartu kredit syariah sama dengan sistem kartu kredit konvensional, hanya saja ada beberapa aturan khusus yang lebih spesifik, seperti kartu ini tidak bisa digunakan untuk bertransaksi yang menjurus ke haram. Dalam kartu kredit syariah, transaksi jual-beli barang diatur dalam skim murabahah (jual beli), sedangkan pemanfaatan jasa menggunakan skim ijarah.
    Menurut Ilham Reza Ferdian, Miranti Kartika Dewi, dan Faried Kurnia Rahman dengan jurnal berjudul The Practice of Islamic Credit Cards: A Comparative Look between Bank Danamon Indonesia’s Dirham Card and Bank Islam Malaysia’s BI Card, setelah dilakukan perbandingkan antara sistem produk kartu kredit konvensional dan syariah, sistem yang dijalankan ternyata tidak jauh berbeda dari sitem konvensional bahkan cenderung seperti peralihan dari sistem konvensional dengan nama – nama syariah. Hal ini menuntut peningkatan aturan yang lebih tegas dalam pelaksaan sistem kartu kredit syariah sehingga benar – benar tidak ada transaksi riba, gharar, dan maysir dalam bentuk apa pun.
   Menurut Norudin Mansor dan Azman Che Mat dalam jurnal mereka Islamic Credit Card: Are Demographic Factors a Good Indicator? menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penggunaan kartu kredit syariah mengalami peningkatan. Hal ini merupakan sinyal yang sangat bagus bagi pengembangan kartu kredit islam sebagai produk perbankan baru. Sebagai produk baru, kartu kredit syariah harus terus dikembangkan, dipromosikan, dan dibuat lebih mudah untuk digunakan karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan masih banyak masyarakat yang belum mengerti sistem kartu kredit syariah. Sehingga, penting sekali untuk bank yang mengeluarkan kartu kredit syariah mengembangkan manfaat kartu kreditnya namun sesuai koridor Islam karena lawannya adalah kartu kredit konvensional yang sudah dipercaya ratusan tahun. 

KESIMPULAN 
Kartu kredit syariah tidak jauh berbeda dengan kartu kredit konvensional, tetap ada penambahan/ margin nilai pembayaran yang dibayar kepada bank, tapi bukan riba. Margin nilai itu disebut sebagai ribhi untuk transaksi barang dagang. Berdasarkan pengamatan, kartu kredit syariah sebagai produk perbankan baru memang ide bagus untuk memperluas pangsa pasar, tapi harus diimbangi dengan akad dan fungsi yang jelas dan tegas karena kartu kredit syariah bersifat krusial dan terkait agama. Dapat disimpulkan bahwa, sebaiknya kartu kredit syariah terus dikembangkan supaya tidak kalah dengan kartu kredit konvensional yg sudah lebih dipercaya dan bisa berdiri kokoh dengan syarat dan aturan islam yang lebih kokoh. Kartu kredit syariah diharapkan mampu menjadi kartu yang sesuai dengan kaidah Islam, bukan hanya kartu kredit alternatif dengan istilah Islam, namun sistem yang sama dengan konvensional.

Selasa, 22 April 2014

CAMELS (repost)

PENGERTIAN CAMEL

Dalam kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999: CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok yang menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima criteria yaitu modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan likuiditas.
Berdasarkan kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999, peringkat CAMEL dibawah 81memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukan oleh neraca bank, seperti rasio kredit tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat, apabila hal tersebut tidak diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank, bank yang terdaftar pada pengawasan dianggap sebagai bank bermasalah dan diperiksa lebih sering oleh pengawas bank jika dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah. Bank dengan peringkat CAMEL diatas 81 adalah bank dengan pendapatan yang kuat dan aktiva tak lancer sedikit, peringkat CAMEL tidak pernah diinformasikan secara luas.
Rasio CAMEL adalah menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.

CAMELS vs RGEC

Ada sedikit perbedaan antara sistem penilaian Capital pada CAMELS dan RGEC. Hal itu terkait dengan beberapa perubahan regulasi yang turut juga merubah parameter atau indikator dalam melakukan penilaian kesehatan bank antara CAMELS dan RGEC. Salah satunya terkait dengan adanya perubahan regulasi dari Basel I menjadi Basel II, dimana Basel II baru mulai dibentuk pada tahun 2004. Dampak dari adanya perubahan regulasi tersebut berkaitan dengan perhitungan rasio kecukupan modal atau CAR (Capital Adequacy Ratio) yang merupakan salah satu parameter atau indikator dari komponen Capital.
Untuk perhitungan CAR baik untuk CAMELS maupun RGEC menggunakan rumus yang sama. Tetapi yang membedakan adalah terletak pada perhitungan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko. Pada CAMELS, yang masih menggunakan regulasi Basel I, hanya memperhitungkan ATMR dengan menggunakan risiko kredit dan risiko pasar saja. Sedangkan untuk perhitungan ATMR pada RGEC, dimana regulasi Basel II sudah digunakan, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan menggunakan risiko operasional.

PERHITUNGAN

Asset Quality + Liquidity + Sensitifity to Market Risk = Risk Profile

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, Risk Profile yang wajib dinilai terdiri dari Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Untuk penilaian Asset Quality memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Kredit pada Risk Profile. Adapun untuk penilaian Liquidity memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Likuiditas pada Risk Profile. Sedangkan untuk penilaian Sensitifity to Market Risk memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Pasar pada Risk Profile.
Dalam penilaian CAMELS, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada Asset Quality, Liquidity, & Sensitifity to Market Risk buruk, maka dapat diprediksi bahwa bank tersebut akan mengalami kebangkrutan. Tetapi dalam penilaian RGEC, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada Risk Profile buruk, maka bank tersebut belum dapat diprediksi akan mengalami kebangkrutan selama parameter penanganan risiko bank itu sangat baik sehingga dapat mencegah atau meminimalisasi akan terjadinya kebangkrutan.
a. Kredit Asset Quality vs Kredit Risk Profile
Seperti halnya perbedaan Capital seperti penjelasan diatas, maka penilaian kredit pada Asset Quality dan Risk Profile pun mengalami perbedaan yang terkait dengan adanya perubahan regulasi juga yaitu adanya revisi PSAK No. 50 dan No. 55 pada tahun 2006 tentang Instrumen Keuangan. Adanya revisi tersebut mengakibatkan adanya perubahan padanan PPAP menjadi CKPN. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya PPAP sejenis dengan CKPN karena sama-sama merupakan pencadangan pada kredit. Yang membedakan adalah perlakuannya, dimana pencadangan kredit pada PPAP didasarkan pada ketentuan kolektibilitasnya sedangkan untuk pecadangan kredit pada CKPN didasarkan pada data kerugian kredit yang telah terjadi.
b. Liquidity CAMELS vs Liquidity Risk Profile
Parameter atau indikator yang digunakan untuk memperhitungkan antara Liquidity CAMELS dengan Liquidity Risk Profile sebagian besar memiliki persamaan. Yang membedakan adalah bahwa pada parameter Liquidity CAMELS terdapat perhitungan rasio LDR (Loan Deposits Ratio) sedangkan pada parameter Liquidity Risk Profile tidak terdapat adanya perhitungan rasio tersebut.
c. Market Risk CAMELS vs Market Risk Profile
Perbedaan yang signifikan antara Market Risk CAMELS dengan Market Risk Profile adalah adanya parameter atau indikator strategi dan kebijakan bisnis setiap masing-masing bank pada penilaian pada Market Risk Profile. Sedangkan untuk Market Risk CAMELS lebih terfokus pada penerapan sistem manajemen risiko pasar.

MANAGEMENT CAMELS vs GOOD CORPORATE GOVERNANCE RGEC

Pada Management CAMELS, selain menggunakan parameter atau indikator Good Corporate Governance pada manajemen umum, digunakan pula penerapan sistem manajemen risikonya serta kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada komponen RGEC, kepatuhan tersebut terdapat dalam penjelasan mengenai Risiko Kepatuhan pada Risk Profile.

EARNINGS CAMELS vs RGEC

Pada Earnings CAMELS, terdapat parameter atau indikator perhitungan BOPO (Beban Operasional dibagi dengan Pendapatan Operasional), sedangkan Earnings RGEC tidak ada perhitungan BOPO. Sebagai gantinya, pada Earnings RGEC terdapat parameter atau indikator Beban Operasional dibagi dengan Total Aset dan Pendapatan Operasional yang juga dibagi dengan Total Aset.

Referensi :
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011