Jumat, 12 Oktober 2012

Kata-kata Rindu

Rindu adalah setiap kali gue menutup mata, sekarang tidak ada yang aku pintakan, tidak seperti hari-hari kemarin, dulu sebelum semua ini. Aku menyukai yang kupunya  sekarang karena Tuhan memberikanku tempat yang nyaman :) Tempat yang membuatku seperti dalam keluarga kedua.

Namun, setiap malam, aku merindukannya lagi, seperti malam ini. Aku kangen dengan semua. Rindu duduk berdampingan dengan kalian, duduk sama tinggi. Saling mendebatkan hal-hal besar seakan kami orang besar. Berada si tengah kalian seolah aku ini sepintar kalian. Kalian yang membimbingku kalau aku kebingungan. Kalian yang mengatakan, akulah yang akan menjadi kepala negara ini dan kubunuh tikus-tikus berdasi itu, lalu kau bilang, tidak, karena akulah yang akan menyinari negeri ini dengan kilauan sinar bintangku, kemudian kamu bilang bahwa kau yang akan mendamaikan negri ini dalam cinta religiusmu, lalu hening. Hening karena aku tidak bisa menjawab apa yang kuinginkan dalam hati.

Satu persatu kamu datang padaku, dengan senyum lebar yang paling cantik kau memelukku erat dan membisikan. "Terima kasih sudah menemaniku berimpi dan mewujudkannya, aku telah menemukan jalan menuju bintang,"

Lalu kamu datang, "Aku sudah masuk pada 'kursi' pendidikan yang kuimpikan, terimakasih telah memacuku"

Aku masih diam, diam, diam. Sampai diam-diam aku menangis merindukan masa hangat itu.

Bukankah bersama kalian itu indah? Cucuran peluh dalam setiap detik yang kita lewati bersama kurasa tak ada yang sia-sia. Begitu pula, malaikat pendamping kita kurasa bahagia mencatatkan perjuangan kita. Maka demi itulah kini aku merindu.

Demi dilihat oleh Tuhan. Maafkanlah karena aku dulu terlalu tinggi menyimpan hati, ya Tuhan. maka bisakah, maksudnya, berkenankah kau mengobati rinduku ini dan mengembalikanku di tengah mereka lagi. Aku rindu ketika bangun, nadiku berdenyut memacu, ingin cepat-cepat produktif, menjadi nafas dunia ini meski hanya satu hembusan.
Tuhan, bila engkau berkenan, izinkan aku kembali, pada mereka yang menggerakkan jantungku, mendorong semangatku, memoles parasku, mencambuk otakku, sehingga aku merasa hidup seperti hidup. Hidup yang penuh tantangan, mimpi, dan perjuangan.

Tuhan, aku rindu hingga ke ujung tenggorakkannku ini sesak oleh rasa rindu itu. Aku ingin kembali pada mereka, rindu pada senyum keyakinan bahwa "Aku bisa menaklukan dunia ini".

Aku rindu mereka, mereka yang mengenalkanku pada buku novel menarik dan juga bacaan berat, sampai membuatku seimbang dalam membaca dengan otak kiri dan kanan. Aku rindu mereka, yang bisa tanpa ragu menjawab pertanyaan hidup dan kehidupan sambil menghiasi hidupnya dan hidupku dalam seni yang jenius.
Bukankah seniman itu jenius? seperti Mozart dan Leonardo da Vinci.
Seperti itulah mereka bagiku, jenius dalam indahnya seni, santai dalam semangat. dan sangat membuatku rindu.

Rindu adalah ketika aku harus terpisah dengan kalian. Rindu adalah tersadar hari-hari telah berbeda. Setiap hari tak lagi sama, setiap malam tak lagi terasa menantang.

Sampai-sampai aku takut, lama-lama semangat dalam hati yang mulai temaram ini padam. Sampai akupun takut kalau-kalau akupun bukan hanya tak sanggup mengucap yang kuingin tapi tak bisa mengatakannya sama sekali walau dalam hati.

Maka demi yang kurindukan, aku ingin rindu ini terbayar kelak. Aku ingin seperti anak kecil yang belajar berjalan, lalu tejatuh dan bangkit lagi. Aku ingin masuk lagi dalam barisan kalian, para pejuang hidup - yang meskipun berdaya sukses waris tanpa perlu kerja keras, namun tetap mengukir semua dari nol - yang menjadikanku seperti ini.

Dan, sungguh kerinduan ini aku yakin karena aku tak ingin kehilangan bekas-bekas rengkuhan tangan kalian yang ingin menggandengku naik dahulu, namun terlepas karena keraguanku juga.

Maka, Tuhan, maafkanlah aku. Aku kini mengerti apa yang seharusnya kupintakan setiap malam saat ini, "Aku mohon kembalikan aku pada alur denyut pemuda-pemuda itu. Izinkan semangat ini kembali berpindar dan berkilau lagi. Izinkan tanganku ini kembali pada tempatnya, pada genggaman mereka yang menggandengku pada mimpi-mimpi kami. Aku mohon Tuhan. Aku sadar bahwa kau mendudukkanku disini untuk mendidik hati dan sifatku, mendudukkanku pada tempat-tempat yang tak pernah kurasa agar aku benar-benar mengerti sebelum sok mengerti, agar aku lebih mendalami apa yang dulu kuanggap remeh. Maaf, Tuhan, aku menyesal. Aku sungguh belajar dari ini semua. Aku pun mulai mengerti sedikit demi sedikit dari apa yang selama ini mungkin kau tegurkan tapi tak kudengar. Aku menyukai dan mulai menyayangi tempatku di sini, namun demi sayangku itu, aku ingin kembali pada awalku. Aku ingin seperti dulu, tiap hariku kudedikasikan untuk mimpi yang besar dan menjadi lebih maju. Memang sulit membeli kondisi, memang, sungguh sulit mengkondisikan. Namun inilah yang nyata dan harus kucoba sebelum aku kaget akan kebenaran dunia sesungguhnya kelak. Tapi, aku ingin juga menggandeng mereka yang kini menenmaniku seperti aku digandeng teman-temanku dulu yang kini harus berjalan lebih jauh. Bukankah menularkan semangat kebaikan itu  sebuah kebaikan? Ya, Tuhan, bila kau berkenan kabulkan doaku untuk menjawab semua kerinduan ini. Amin."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar